Rabu, 01 Februari 2012

Kualifikasi Guru Dalam Kegiatan Belajar Mengajar

BAB I
PENDAHULUAN
Kualifikasi guru merupakan unsur terpenting dalam kegiatan belajar mengajar.  Guru bertanggung jawab membimbing peserta didik dengan tujuan, belajar mengenal, memahami, menghadapi dunia ilmu pengetahuan, dunia iman, dunia karya, dan dunia sosial budaya.  Guru sebagai jembatan, sekaligus agen yang menjadikan peserta didik untuk menimbang pengetahuan, pemahaman, dan memberi kontribusi bagi dunia anak.
Guru dipengaruhi oleh apa yang diketahui, dan diyakini tentang seluk-beluk pendidikan, pengajran dan serta membawa teori pembelajaran kedalam praktik.  Sebagai guru yang memiliki kualifikasi, memiliki kemampuan merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan.
A.    Latar Belakang Masalah
Guru Pendidikan Agama Kristen sebagai pendidik mempuyai citra
baik bagi anak, apa bila menunjukan sikap yang layak menjadi panutan atau teladan bagi peserta didik dan di masyarakat.  Terutama akan melihat bagaimana sikap atau perbuatan guru itu sehari-hari.  “Hal ini berhubung dengan bagaimana pola tingkah laku guru dalam memahami, menghayati, serta mengamalkan sikap dan kemampuan profesionalnya”.[1]  Sikap guru bertingkah laku dalam kehidpan sehari-hari, dan profesinya sebagai guru yang seharusnya menjadi teladan.
Masalah umum yang sering terjadi pada guru dalam kegiatan belajar mengajar adalah kualifikasi.  Beberapa kualifikasi yang sering ditemukan dalam kegiatan belajar mengajar yaitu:  Pertama, metode.  Kedua, demonstator.  Ketiga, perbedaan.  Keempat, interaksi.  Kelima, pedagogis.  Keenam, menciptakan suasana. Ketujuh, komunikator.  Kedelapan memfasilitasi pembelejaran.
Penulis menjelaskan beberapa kualifikasi tersebut di bawah ini.  Kualifikasi pertama adalah metode.  Guru sebagai pendidik memiliki keahlian dalam kegiatan belajar mengajar.  Metode yang digunakan disesuaikan dengan peserta didik dengan tujuan mencapai standar kompetensi yang ditetapkan.  “Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelolah kelas sehingga belajar siswa berada pada tingkat optimal”.[2]  Guru yang memiliki kualifikasi, mempunyai pengaruh bagi anak untuk mudah memahami dan mengenal materi yang disampaikan oleh guru dalam kegiatan belajar mengejar. 
Kualifikasi kedua adalah demonstator.  Guru yang tidak menjadi demonstator yang baik menjadi masalah tercapainya tujuan pembelajaran yang telah dituangkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran.  “Guru hendaknya mampu terampil dalam merumuskan TPK (Tujuan Pembelajaran Khusus), memahami kurikulum dan guru sendiri sebagai sumber belajar, dan terampil dalam memberikan informasi kepada kelas”.[3]  Peran guru sebagai demonstator yang baik memiliki keaktifan, dan kreaktif.  Rencana pelaksanaan pembelajaran, bukan hanya sekedar syarat dan tanggung jawab seorang guru masuk kelas untuk mengajar. 
Kualifikasi ketiga adalah perbedaan.  Guru pendidikan Agama Kristen yang mengenal kebenaran dan nilai-nilai Kristiani, berbeda dengan guru pada umumnya secara khusus yang bersifat otoriter, mendidik anak tanpa kasih dan melakukan semena-mena terhadapa anak.  “Macam-macam cara yang akan digunakan oleh guru untuk mengharuskan anak belajar di sekolah dan di rumah”.[4]  Guru Pendidikan Agama Kristen mendidik anak dengan kasih.  Guru mempunyai metode-metode mendidik anak yang berbeda karakter, di dalam kelas guru tidak hanya menggunkan metode untuk menyampaikan materi, disiplin perlu diterapkan oleh guru guna untuk peserta didik sungguh-sungguh belajar  tanpa mengalami tekanan, kepahitan dengan hukuman, dan paksaan yang dilakukan oleh guru.
Kualifikasi keempat adalah interaksi.  Sebagai pendidik memiliki hubungan yang baik dengan anak khususnya dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga peserta didik tidak membenci guru.  “Belajar itu sendiri merupakan multi dimensi artinya, ketika murid belajar, mereka melihat, membicarakan, menuliskan, dan melakukan sesuatu”.[5] Kegiatan belajar mengajar di kelas tidak pasif melainkan aktif, terutama guru sebagai pendidik melakukan berbagai cara sehingga siswa tertarik dengan materi yang disampaikan oleh guru, sehingga anak mendengar, melihat, menuliskan, dan bahkan melakukan dengan adanya interaksi yang baik antara guru dan peserta didik.
Kualifiksi kelima adalah pedagogis.  Permasalahan yang kadang kala dialami oleh guru adalah salah satu kemampuan pedagogis yang berkaitan dengan kegiatan perencanaan pembelajaran.  “dewasa ini  guru dapat membaca dari berbagai sumber psikologi dan belajar, atau psikologi pendidikan tentang teori belajar termasuk koqnitif, teori belajar humanistik, behavioristik, gestalt, dan sosial”.[6]  Sebagai guru mempunyai banyak informasi dari berbagai sumber tentang pendidikan guna memperkaya pengetahuan dan ketrampilan sebagai pengajar.
Kualifikasi keenam adalah menciptakan suasana.  Permasalahan yang terjadi di dalam kelas guru tidak menciptakan suasana nyaman, dan kurangnya fasilitas yang dibutuhkan.  “Tugas guru adalah menciptakan suasana aman tentram dan fasilitas yang sebaik-baiknya, agar belajar bebas dan dapat dilaksanakan”.[7]  Pengajar tidak kaku dalam kegiatan belajar mengajar, dan adanya persiapan yang mantang terutama menyediakan alat atau bahan yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar.
Kualifikasi ketujuh adalah kumunikator.  Pengaruh guru sebagai komunikator menjadi permasalahan tercapainya pesan bagi peserta didik.  “Komunikasi pembelajaran dan komunikasi umum memiliki  perbedaan dalam aspek tujuan”.[8]  Sebagai komunikator yang memiliki kualifikasi mampu membedakan komunikasi pembelajaran dan komunikasi umum.  Komunikasi pembelajaran mempunyai tujuan lebih spesifik atau khusus.  Kekhususan ini yang dalam proses kumunikasi melahirkan istilah-istilah yaitu, penerangan, propaganda, indoktrinisasi, dan pendidikan yang dilakukan secara inter personal dengan berhadapan muka.
Kualifikasi kedelapan adalah memfasilitasi pembelajaran.  “Tanggung jawab seorang guru di tangannya harus tercipta manusia yang berbudi luhur, berperilaku baik, berprestasi dan berakhlak mulia”.[9]  Tercapainya keberhasilan  anak dalam pendidikan, merupakan kesuksesan guru mendidik anak dengan memfasilitasi pembelajaran.  Keberhasilan anak berbudi luhur, berperilaku baik, berprestasi, dan berakhlak mulia menjadi alat ukur kesuksesan guru dalam membimbing, mengarahkan, mengasuh, mengajar dari tidak tau menjadi tau.
B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam skripsi ini adalah:  Pertama, bagaimana kualifikasi guru dalam kegiatan belajar mengajar.  Kedua, bagaimana kualifikasi guru menurut 1Tesalonika 2:7-12.  Ketiga, bagaimana implikasi bagi guru Pendidikan Agama Kristen pada masa kini.
C.     Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dari pokok masalah tentang kualifikasi guru dalam kegiatan belajar mengajar adalah:  Pertama, menjelaskan kualifikasi guru dalam kegiatan belajar mengajar secara umum.  Kedua, menjelaskan kualifikasi guru dalam kegiatan belajar mengajar menurut 1Tesalonika 2:7-12.  Ketiga, mengimplikasikan bagi guru Pendidikan Agama Kristen pada masa kini.



D.    Pentingnya Penelitian
Bagi penulis yaitu mengetahui kualifikasi guru dalam kegiatan belajar mengajar secara umum, mengetahui secara teologis kualifikasi guru menurut 1Tesalonika 2:7-12, dan implikasinya bagi guru Pendidikan Agama Kristen pada masa kini.
Bagi mahasiswa Sekolah Tinggi Teologia Kanaan Nusantara, skripsi ini dapat menambah wawasan tentang kualifikasi guru dalam kegiatan belajar mengajar.
Bagi Yayasan Lembaga Pendidikan Kanaan Nusantara, sikripsi ini menjadi tambahan literatur di Perpustakaan.
Bagi guru Pendidikan Agama Kristen, kualifikasi guru dalam kegiatan belajar mengajar dapat membuat perubahan bagi peserta didik untuk meningkatkan mutu pendidikan, terutama kemantangan persiapan guru mengajar, dan rencana pelaksanaan pembelajaran bukan hanya sebagai syarat untuk mengajar dan tanggung jawab seorang guru masuk kelas, tetapi apa yang dituangkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran benar untuk dilakukan oleh guru.
E.     Ruang Lingkup Penelitian
Skripsi berjudul kualifikasi guru dalam kegiatan belajar mengajar menurut 1Tesalonika 2:7-12 dan implikasinya bagi guru Pendidikan Agama Kristen pada masa kini.  Ini dibagi dalam tiga pokok bahasan yaitu:  Pertama, pembahasan kualififikasi guru dalam kegiatan belajar mengajar secara umum.  Kedua, membahas kualifikasi guru menurut 1Tesalonika 2:7-12.  Ketiga, implikasi bagi guru Pendidikan Agama Kristen pada masa kini.
F.      Metode Penelitian
Penulisan sikripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif  jenis hermeneutik dengan menggunakan langkah-langkah eksegese.  Kualittatif  yaitu melihat adanya permasalahan yang kemdian diterjemahkan dalam pernyataan dengan mengumpulkan informasi yang telah diketahui.  Hermeneutik yaitu “Menjelaskan atau menterjemahkan”.[10]  Eksegese yaitu  Menggali atau mengeluarkan arti tulisan. “...Kata tersebut berarti membaca atau menggali arti tulisan-tulisan”.[11]  Kemudian memecahkan masalah kualifikasi guru dalam kegiatan belajar mengajar dengan mengeksegese 1Tesalonika 2:7-12.  Data-data yang dipakai bersifat sekunder yang dicari lewat studi kepustakaan kemudian dieksegese dan diimplikasikan bagi guru Pendidikan Agama Kristen pada masa kini.
G.    Defenisi Istilah
Judul dari skripsi ini adalah “Kualifikasi Guru Dalam Kegiatan Belajar Mengajar Menurut 1Tesalonika 2:7-12 dan implikasinya bagi Guru Pendidikan Agama Kristen Pada masa kini”
Beberapa istilah yang perlu dijelaskan sehubungan dengan judul skripsi ini sebagai berikut:
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia  kualifikasi mempunyai pengertian yaitu  “keahlian yang diperlukan untuk melakukan (menduduki jabatan). berkualifikasi yaitu mempunyai keahlian (kecakapan)”[12]  Guru yaitu  “Orang yang mempunyai pekerjaan (mata pencahariannya profesinya) megajar”.[13]  Kegiatan yaitu  “Aktifitas.  Belajar  yaitu “Modofikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman”.[14]  Mengajar yaitu “Petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui.”[15]  Menurut yaitu  “sesuai” Surat Tesalonika yaitu “salah satu surat dialkitab”.[16]  Implikasi yaitu  “Keterlibatan”.[17]  Pendidikan yaitu  “Usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajran, dan/atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang”.[18]  Agama yaitu  “Merupakan suatu kompleks dari kepercayaan, peribadahan, dan tuntutan-tuntutan etis dalam suatu sistem yang dihubungkan Allah atau ilah-ilah”.[19]  Kristen yaitu “pengikut kristus.”  Masa Kini adalah, waktu sekarang yang sedang berlangsung.
Kesimpulan defenisi skripsi ini adalah kemampuan dan pengetahuan guru tentang dunia pendidikan secara khusus dalam kegiatan belaajr mengajar sangat menentukan tercapainya tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang tertuang dalam rencana pelaksanaan pembelajaran.


H.  Sistematika Penulisan
Sistematiaka penulisan skripsi ini dibagi dalam lima bab yaitu:  bab satu merupakan pendahuluan yang meliputi;  latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, pentingnya penelitian, ruang lingkup penelitian, metode penelitian, devenisi istilah dan sistematika penulisan.
Bab dua, meneliti tentang kualifikasi guru:  penguasaan materi, penyesuaian metode, pengelolaan kelas, penggunaan media dan pembelajaran, penguasaan landasan kependidikan, pengelolaan interaksi belajar, dan penilaian prestasi belajar siswa.  Proses belajar mengajar:  menyampaikan materi, perhatian dan motifasi, keaktifan, keterlibatan, dan pengulangan.
Bab tiga kualifikasi guru menurut surat 1Tesalonika 2:7-12 yang meliputi yaitu:  Mengasuh, merawat, menasehati dan menguatkan.
Bab empat, Implikasi bagi guru pendidikan agama kristen pada masa kini tentang kualifikasi guru dalam kegiatan belajar mengajar.  Mengasuh:  mendidik, membimbing.  Merawat: kerapian, dan kebersihan.  Menasehati: memotifasi, dan mengarahkan.  Menguatkan.
Bab lima, berisi tentang kesimpulan dan eksegesis kualifikasi guru dalam kegiatan belaajar mengajar menurut surat 1Tesalonika 2:7-12 dan implikasinya bagi guru Pendidikan Agama Kristen pada masa kini.




BAB II
KUALIFIKASI GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR
Kualifikasi guru dalam kegiatan belajar mengajar menentukan tercapainya tujuan pembelajaran.  Ketrampilan dalam pekerjaan profesi sebagai guru didukung oleh teori yang telah dipelajari, seorang guru yang kompoten diharuskan untuk belajar terus menerus dan mendalami fungsinya sebagai guru yang memiliki kualifikasi.  “Karena guru yang profesional, mereka harus memiliki ketrampilan,  kemampuan khusus, mencintai pekerjaannya, dan menjaga kode etik guru”. [20]  Guru yang profesional, memiliki skil dalam pekerjaan sebagai pendidik.  Sebagai pendidik  tidak bosan dengan profesinya sebagai guru, menganggap pekerjaan itu sebagai hobi dan tidak merasa puas dengan apa yang dimiliki tentang seluk beluk pendidikan secara khusus dalam kegiatan belajar mengajar, dan menjaga sikap sebagai pendidik.
A.    Kualifikasi Guru
Kualifikasi yaitu  “keahlian yang diperlukan (menduki jabatan), berkualifikasi yaitu memiliki kecakapan atau keahlian”.[21]  Dari pengertian ini penulis menyimpulkan sesui dengan judul skripsi bahwa kualifikasi itu salah satu  cara pendidik mencapai tujuan pembelajaran khusus sesuai dengan yang tertuang dalam rencana pelaksanaan pembelajaran.

1.  Penguasaan Materi
Kemampuan seorang pendidik mempersiapkan materi, dan penguasaan bahan yang akan diajarkan di dalam kelas menentukan tercapainya indikator atau tujuan pembelajaran khusus.  “Penguasaan materi bagi guru merupakan hal yang sangat menentukan khususnya dalam proses belajar mengajar yang melibatkan guru mata pelajaran”.[22]  Persiapan yang mantang dilakukan oleh guru, guna mencapai hasil yang optimal dalam kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus.  B.S. Sidjabat mengatakan bahwa  “Menjadi keharusan bagi guru untuk melakukan persiapan yang matang dan saksama apa bila ingin melihat kualitas belajar dan mengajar yang memuaskan”.[23]  Walaupun guru memiliki peran sebagai fasilitator atau manajer pembelajaran, guru juga perlu tampil sebagai seorang ahli yang menguasai dan antusias terhadap materi pengajarannya.
2.   Penyesuaian Metode
Memikirkan metode untuk mempersiapkan materi sebelum guru masuk dalam kelas, untuk melakukan kegiatan belajar mengajar merupakan hal penting.  “Pemilihan metode mengajar yang tepat kerap kali harus mempertimbangkan faktor usia dari peserta didik”.[24]  Bagi guru yang memilki kualifikasi sebagai pengajar, memilih metode yang sesui dengan tingkat usia dan pemahaman peserata didik, sehingga tidak menimbulkan kebosanan bagi anak.
3.      Pengelola Kelas
Guru adalah sebagai pembimbing dalam kelas yang mempunyai tangung jawab sebagai pengajar.  “Berdasarkan pengalaman sebagai guru bahwa murid-murid dalam kelas itu tidak sama pandainya”.[25]   Guru dalam mengelolah kelas mengetahui tingkat pemahaman dan karakter anak yang berbeda, sehingga dalam kegiatan belajar guru mengetahui bagaimana ia harus bersikap terhadap perbedaan tingkat pemahaman anak dan begitu juga dengan karakter yang berbeda.  “Tujuan umum pengelolaan kelas ialah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik”.[26]  Peran guru dalam mengelola kelas menyediakan bahan yang akan digunakan dalam kegiatan belajar, dan juga menggunakan fasilitas yang ada.
4.      Penggunaan Media
Penggunaan media membawa pengaruh terhadap peserta didik.  Media yang digunakan oleh guru disesuiakan dengan peserta didik dan guru juga mampu menggunakan media tersebut.  “Media yang dipilih harus tepat, memadai, dan mudah digunakan”.[27]  Dalam menggunakan media guru menyesuaikan dengan tingkat pemahaman dan pengetahuan anak yang mudah untuk dimengerti.  Bagi guru juga bisa menggunakan media tersebut tanpa adanya kesulitan yang membuat suasana kelas tidak nyaman.
5.      Pengelola Interaksi Belajar
Hubungan yang baik anatara guru dengan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan oleh pendidik.  “Interksi guru dengan anak didik berada dalam suatu relasi kejiwaan, anak didik ingin belajar dengan menimba sejumlah ilmu dari guru dan guru ingin menimba dan membimbing anak didik dengan memberikan sejumlah ilmu kepada anak”.[28]  Dalam kegiatan belajar mengajar interaksi antara guru dengan peserta didik, tidak hanya berguna bagi peserta didik saja, tetapi berguna bagi guru untuk mempermahir ketrampilannya sebagai pengajar yang memiliki kualifikasi dalam kegiatan belajar mengajar.  Guru dan peserta didik mempunyai kesamaan langkah dan tujuan yaitu kebaikan.
Metode guru berinteraksi dalam kegitan belajar mengajar, mempengaruhi peserta didik dengan bergai masalah yang berbeda dalam berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.  “Permasalahan yang dihadapi oleh setiap anak didik biasanya berfariasi, maka pendekatan yang dilakukan oleh guru seharusnya juga berfariasi”.[29]  Guru di dalam kelas yang menentukan anak memahami materi yang disampaikan, dengan berbagai pendekatan yang dilakukan. Dalam satu kelas terdiri dari beberapa anak dan tentunya setiap pribadi anak memilki karakter yang berbeda dan pemahaman yang berbeda pula, sebagai guru menghadapi masalah yang bermacam-macam menggunakan pula pendekatan yang berfariasi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh peserta didik.
6.      Kemampuan Merencanakan dan Melaksanakan Evaluasi
Guru yang berkompetensi mampu mengembangkan ketrampilannya dalam merencanakan dan melaksanakan evaluasi.  “Guru perlu tau bahwa tugas evaluasi tidak sekedar berkaitan cara memberi angka yang tepat sesuai dengan kemampuan peserta didik”.[30]  Sebagai guru tidak hanya melakukan evaluasi cukup dengan memberikan nilai sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh anak dalam program pengajaran yang ada di sekolah tepi mampu mengevalusi diri sendiri sebgai pengajar menyampaikan materi.  “Program pengajaran diluar sekolahpun membutuhkan evaluasi sebab dengan evaluasi guru bersama peserta didik bisa mengetahui apakah bahan pengajarannya relevan dan mudah dipahami”.[31]  Dengan adanya evalusi memberi masukan bagi perencanaan program selanjutnya,  yang bertitik tolak dari tercapai atau tidaknya tujuan  sebelumnya.
“Evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data atau informasi), pengolahan, penafsiran dan pertimbangan untuk memberikan keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan, hasil belar menunjuk pada hasil prestasi belajar sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya dan derajat perubahan tingkat laku siswa”.[32]
Dalam mengevaluasi hasil belajar, guru memperhatikan banayak hal sehingga tidak terjadi kekeliruan dalam mengevaluasi hasil belajar siswa, dan guru juga  bisa mengambil tindakan yang tepat pula untuk perencanaan pembelajaran selanjutnya yang hendak dilakukan untuk mencapaihasil yang lebih baik lagi.
7.      Menguasai Kurikulum
Pengajar yang berkompoten memeiliki kecakapan dalam merancang dan mengembangkan kurikulum.  “Modal sebagai guru disamping menguasai materi ajar yang menjadi bidang keahliannya, guru dituntut mempunyai kemampuan dalam menyusun dan mengembangkan kurikulum”.[33]  Sebagai pengajar yang memiliki kualifikasi tidak cukup dengan menguasai materi yang telah siap untuk disampaikan kepada peserta didik.  Guru wajib menyusun dan mengembangkan program-program yang tertuang dalam kurikulum yang telah ditetapkan oleh sekolah yang bersangkutan.
Komponen pengembangan kurikulum adalah bagian-bagian vital yang harus ada dalam sebuah kurikulum yang akan dikembangkan oleh guru.  “Paling tidak guru harus mengetahui bahwa komponen-komponen kurikulum meliputi kmponen antara lain: Pertama; tujaun.  Kedua; materi/pengalaman belajar.  Ketiga; organisasi kurilulum. dan evaluasi”.[34]  Komponen tujuan, segala jenis kegiatan guru selalu diarahkan bagi pencapaian tujuan tertentu, dalam pengembangan kurikulum, tujuan merupakan salah satu komponen yang patut dikembangkan.  Materi/pengalaman belajar, guru perlu mengidentifikasi pengalaman belajar dalam kurikulum guna untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan oleh guru.  Organisasi kurikulum, guru membuat kurikulum secara terpisah antara pelajaran satu dengan yang lainnya.  Evaluasi, guru mengetahui kurikulum yang dikembangkan sesui yang dikembangkan.
B.     Proses Belajar Mengajar
Prose belajar mengajar merupaka inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peran utama.  “Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hububungan timbal balik yang bertanggung jawab dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan”.[35]  Selama berlangsung kegiatan belajar mengajar ada  hubungan antar guru dengan siswa yang tidak bisa dipisahkan, guru tidak berjalan dengan sendiri dan begitu juga dengan siswa, guru dituntut untuk melakukan suatu tanggung jawab untuk mendidik.
Kegiatan belajar mengajar bagian terpenting dari seluruh kegiatan di sekoklah.  “Oleh karena itu kegiatan mengajar perlu direncanakan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat berlangsung dengan baik dan mencapai tujuaun yang diharapkan”.[36]  Sebelum guru melakukan pekerjaan sebagai pengajar di dalam kelas perlu ada persiapan yang mantang.
 Kecakapan dan ketangkasan belajar berbeda secara indifidual, sebagai pendidik menolong siswa memberi petunjuk bagaimana seharusnya belajar yang efektif.  “Sukses hanya tercapai berkat usaha keras, tanpa usaha tak akan tercapai sesuatu”.[37]  Sebagai pendidik harus mempunyai hati dengan berusaha membimbing, mengarahkan, melatih peserta didik dari tidak tau.

1.      Menyampaikan Materi.
Guru menyampaikan materi dengan menjelaskan kepada siswa dalam kegiatan belajar mengajar.  “Pengertian menjelaskan disini adalah pemberian informasi secara lisan yang diorganisasikan secara sistematis”.[38]  Guru menyampaikan materi sudah terencana dan tersusun sebelumnya, sehingga dalam kelas guru menyampaikan dengan benar dan sistematis dengan adanya persiapan yang mantang sebelum mengajar. 
Tujuan memberi penjelasan dalam kegiatan belajar mengajar menurut Syaiful Bahri Djamarah, “Membimbing anak didik untuk memahami defenisi dan tujuan materi yang disampaikan oleh guru, melibatkan anak didik untuk berfiir memecahkan masaah atau pertanyaan”.[39]  Melalui penjelasan tentang materi yang diajaarkan menjadikan peserta didik mengerti, memahami, dan melakukan. 
Guru yang memiliki kualifikasi, mempunyai ketrampilan untuk menjelaskan materi yang diajarkan kepada peserta didik.  “Guru menjelaskan tidak hanya sekedar mengopi yang terdapat dalam silabus melainkan guru bisa mengembangkan dengan kreatifnya sendiri”.[40]  Sebagai pengajar yang profesional tidak terpaku dengan materi yang ada dalam silabus.  Pengajar yang berkompoten mampu mendapatkan informasi selain penjelasan yang ada dalam silabus dan buku-buku refrensi lain.

1.1.      Menetapkan Materi Pelajaran.
Secara umum pengertian materi merupakan suatu yang disajkan oeh guru untuk diolah dan kemudian dipahami oleh siswa dalam rangka pencapaian instruksional yang telah ditetapakn.
1.1.1.      Materi Pelajaran Disesuaikan Dengan  Tujuan Intruksional
Guru menyesuaikan materi pelajaran yang menujang tercapainya tujuan instruksional.  “Sekolah adalah tempat pendidikan yang berfungsi mengembangkan seluruh aspek kepribribadian peserta didik yang meliputi aspek kognitif, afegtif dan psikomotor, untuk itu materi pelajran yang diberikan dalam setiap mata pelajaran hendaknya mencapai tujuan instruksional mata pelajaran yang bersangkutan”.[41]  Guru menyesuaikan materi guna untuk mencapai indikator yang telah ditetapkan.
1.1.2.      Materi Disesuaikan Dengan Tingkat Perkembangan Siswa
Tingkat pemahaman setiap siswa berbeda.  “Materi pelajaran hendaknya ditetapkan dengan mempertimbangkan pula taraf kemampuan peserta didik atau siswa yang bersangkutan”.[42]  Dalam kegiatan belajar mengjar guru memperhatikan dan mempertimbangkan materi yang disampaikan kepada siswa dengan menyesuaikan tingkat pemahaman peserta didik, setiap indifidu dalam satu kelas berbeda tingkat penangkapan pada setiap materi yang disampaikan oleh guru sehingga dalam mempersiapkan materipun berpengaruh.
1.1.3.      Materi  Diorganisasikan Secara Sistematis
Materi yang diajarkan kepada siswa menjelaskan dengan sistematis tidak berbelit-belit dan membuat peserta didik tidak mengerti apa yang yang diajarkan.  “Dengan sistematis dan berkesinambungan disini dimaksudkan bahwa antara bahan yang satu dan bahan yang berikutnya ada hubgungan, sebagai contoh, sebelum sampai pada materi tentang jenis-jenis transmigrasi perlu dibahas terlebih dahulu pengertian transmigrasi tersebut”.[43] Guru mengajarr dengan materi yang sistematis.  Peserta didik mengerti poin-poin yang diajarkan oleh guru dan berkaitan dengan mata pelajaran sebelumnya.  Guru mengajar sesuai dngan rencana pelaksanaan pembelajaran, metode yang dipakai, kegiatan inti baik peran guru sebagai pengajar dan audiens sebagai peserta didik.   
1.1.4.      Materi Mencakup yang Bersifat Faktual dan Konseptual
Materi yang diajarkan oleh guru kepada peserta didik sifatnya konkrit yang mudah diingat oleh peserta didik.  “Bahan yang faktual sifatnya konkrit dan mudah diingat, sedangkan bahan yang sifatnya konseptual berisikan konsep-konsep abstrak dan memerlukan pemahaman yang lebih dalam”.[44]  Guru menyampaikan materi dengan nyata yang bisa dilihat dan didengar oleh peserta didik melalui kehidupan siswa sehari-hari.  Membuat siswa perfikir dengan pertanyaan-pertanyaan guru.

2.      Peranan Guru dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Tanggung jawab seorang guru ditangannya tercipta manusia yang berbudi luhur , berperilaku baik, berprestasi, berkualitas dan berakhlak mulia. 
“Perubahan anak dari segi kognitif, afektif dan psikomotorik, merupakan alat ukur kesuksesan guru dalam memberi pembelajaran, maka guru harus memiliki seperangkat kapabilitas antara lain yaitu; memiliki tanggung jawab sempurna dan mengerti pekerjaannya dengan jelas, memiliki kualifikasi dan kapabilitas untuk mengerjakan tugas pembelajaran, memilki kewenangan yang cukup untuk menyelesaikan pekerjaannya dalam pembelajaran”.[45] 
Keberhasilan seorang guru ditentukan oleh rasa tnggung jawab, kesadaran sebagai pengajar, pemahaman tentang profesinya sebagai guru dan kemampuan dalam menyelesaikan tugas sebagai guru yang memiliki kualifikasi.
3.      Guru Memfasilitasi Pembelajaran.
Peranan dan kompotensi guru dalam kegiatan belajar mengajar meliputi banyak hal sebagimana yang dikemukakan oleh Adams dan Decey dalam basic principles of student teaching mengatakan bahwa,  “Guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, perencana dan konselor”.[46]   Tugas guru dalam kegiatan belaja mengajar; mendidik yang lebih menekankan pada pembentukan jiwa, mengajar menekankan pada pengembangan kemampuan penalaran, melatih menekankan pada pengembangan kemampuan dan merencanakan program yang dilakukan dalam kelas dan menjadi sebagai konselor bagi siswa yang bermasalah.
Guru menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan serta mengembangkan dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam dalam ilmu yang dimilikinya.  “Guru harus belajar terus menerus, dengan cara dmikian ia akan memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar”.[47]  Guru tidak merasa puas dengan pengetahuan yang sudah dimiliki, sebagai pengajar terus-menerus belajar mencari informasi yang mendukung profesinya sebagai guru, dengan memilki pengetahuan yang luas menjadi bekal dalam tugasnya sebagai pengajar yang berkompoten  dan mencapai hasil yang maksimal.
3.1.   Guru Sebagai Demonstator
Mengajar menyampaikan sesuatu kepada murid apa yang diketahui oleh guru sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.  “Peran guru sebagai demonstator menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan serta mengembangkan untuk menigkatkan kemampuan ilmu yang dimiliki dan menjadi bekal dalam profesinya sebagai guru”.[48]  Pengetahuan tidak bersifat spontan melainakn pengetahuan harus diajarkan dan dipelajari oleh guru, memiliki antusias dalam mengembangkan ilmu yang ada dengan mencari informasi lain yang mendukung, dan tidak merasa puas dengan pengetahuan yang dimiliki sebagai pengajar.  Persiapan yang mantang menentukan kualitas pemahaman peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar dan guru menyampaikan dengan sistematis materi yang diajarkan kepada siswa. 
3.2.   Guru Sebagai Mediator
Sebagai mediator guru memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan, media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.  “Guru tidak cukup hanya memilki pengetahuan tentang media pendidikan, tetapi juga harus memilki ketramilan memilih dan menggunakan serta mengusahakan media itu dengan baik”.[49]  Memilih dan menggunakan media pendidikan harus sesuai dengan tujuaqn materi yang diajarkan oleh guru kepada siswa, beserta guru mampu menggunakan media tersebut sehingga dalam kegiatan belajar mengajar mencapai tujan pemelajaran khusus.
3.3.   Guru Sebagai Evaluator
Setiap jenis pendidikan atau bentuk pendidikan pada waktu tertentu selama satu periode  guru mengadakan evaluasi yaitu, mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik peserta diddik maupun pendidik.     
“Demikian pula dalam suatu kali proses belajar mengajar guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik, kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan tercapai atau belum, dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat, melalui evaluasi guru akan mengetahui hasil yang dicapai dalam kegiatan belajar mengajar”.[50] 
 
Guru melakukan penilaian dengan baik bagi semua siswa dengan teliti tanpa ada kekeliruan, sehingaga hal itu menjadi bahan evaluasi guru dalam satu kali kegiatan belajar mengajar.
4.      Perihal Strategi Mengajar.
Strategi yang tepat harus dirumuskan untuk mengatur semua kekuatan prosedur, serta langkah-langkah dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.  Dalam pembelajaran mengandung arti bagaiman guru merencanakan kegiatan mengajar sebelum melakukan tugas bersama dengan anak didik.  “Bagi guru tidak cukup hanya memilih dan menetapkan metode mengajar yang akan diperasionalkan, ketika merencanakan strategi pembelajaran, gurupun harus mempertimbangkan tujuan, materi, fasilitas, ruang dan waktu belajar”.[51] Guru tidak hanya memilih dan mempersiapkan metode yang akan dilakukan dalam kelas, guru memikirkan, mempertimbangkan dan menyesuaikan materi, fasilitas, ruangan dan waktu yang akan digunakan selama berlangsung kegiatan belajar mengajar.  
4.1.  Strategi Pembelajaran Ekspositori
Guru menggunakan strategi ekspositori dengan bercerita, berceramah, atau bertutur guna menyampaikan konsep, ide, gagasan, dan keyakinan kepada peserta didik .  Guru bisa menggunakan teks untuk menguraikan pandangan dan pengetahuan yang dimiliki tentang materi yang akan diajarkan kepada peserta didik.  “Strategi ekspositori digunakan dalam penyajian materi pada dasarnya peserta didik hanya berfokus kepada guru”.[52]  Penggunaan strategi ekspositori dalam kegiatan belajr mengajar guru yang berperan aktif untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan oleh guru.
4.2.  Strategi Pembelajaran Inkuiri
Peran guru menggunakan strategi inkuiri dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, guru sebagai fasilitator, penuntun, dan rekan belajar.  Guru yang memotifasi peserta didik untuk aktif, didalam proses belajar mengajar agar peserta didik mencari dan menemukan gagasan.  “Guru menuntun murid didalam proses belajar melalui berbagai pertanyaan, mengemukakan hipotesis, lalu melakukan pengujiaan untuk akhirnya menarik kesimpulan”.[53]  Pendidik yang mengambil alih mengarahkan dan membimbing melalui pertanyaan yang muncul dalam kegiatan belajar mengajar sehigga peserta didik mengerti, memahami, melakukan , dan menyimpulkan materi yang diajarkan oleh guru.   
4.3.  Strategi Peningkatan Kemampuan Berpikir
Strategi ini menekankan pada pembentukan kemampuan berpikir peserta didik, guru sebagai penuntun bukan hanya mengetahui isi bahan materi melainkan dalam rangka memahami metode belajar dan merumuskan konsep atau gagasan.  “Dengan strategi peningkatan kemampuan berfikir, guru tidak hanya membimbing peserta didik untuk mampu mengenal, memahami, dan menerapkan ide kedalam contoh nayata, tetapi sanggup melakukan analisis, sintesis, dan penilaian”.[54]  Dengan menggunakan strategi peningkatan kemampuan berfikir dalam kegiatan belajar mengajar, guru memiliki kesanggupan mengetahui kemampuan tingkat pemahaman setiap indifidu dan memberikan penilaian sesui dengan kualitas berfikir peserta didik.
5.    Komponen Ketrampilan Variasi Mengajar
Variasi dalam kegiatan pembelajaran menunjuk pada tindakan pada perbuatn guru yang disengaja ataupun secara spontan, yang dimaksudkan untuk memacu dan mengikat perhatian siswa.  Ketrampilan mengadakan variasi mengajar seyogianya memenuhi prinsip-prinsi sesui dengan tujuan pembelajaran, mengajaar variasi digunakan untuk menunjang tercapainya kompotensi dasar.  “Ketrampilan mengadakan variasi terdiri dari tiga kelompok yaitu, variasi gaya mengjar, variasi pengalihan penggunaan indra, dan variasi pola interaksi”.[55]  Guru melakukan mengajar dengan gaya suara, gerakan badan, cara pandang  terhadapa peserta didik sehingga siswa terarah dan terfokus hanya pada guru saja.  Dalam menyajikan materi guru melakukan pemanipulasian indra pendengar, penglihatan, penciu, peraba dan perasa dengan media pembelajaran, dan guru berinteraksi dengan siswa.
5.1.  Variasi Gaya Mengajar
Penerapan ketrampilan mengadakan variasi dilandasi dengan maksud tertentu, relevan dengan tujaun yang ingin dicapai sesuai dengan materi yang dipersiapkan oleh guru.  “Untuk mengikat perhatian anak dan menjaga anak dari kebosanan, guru dapat menggunakan suara bervariasi”.[56]  Guru menyampaikan materi dengan nada suara yang berbeda misalnays keras pada waktu tertentu, dan juga dengan suara lembut pada waktu tertentu, dengan maksud membuat perhatian siswa terfokus kepada guru dan tidak mengalami kesonan.
6.      Implikasi Prinsip-prinsip Belajr bagi Guru
Guru sebagai orang kedua dalam kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari adanya prinsip-prinsip belajar.   Guru sebagai pelenggara dan pengelola kegiatan pembelaajran terimplikasi oleh adanya prinsip-prinsip belajar.   “Implikasi prinsip-prinsip belajar bagi guru terdampak pada rencana dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran .”[57]  Pelaksanaan prinsip-prinsip belajar guru berdampak dalam pelaksanaan  penyampaikan materi kepada peserta didik.
6.1.     Perhatian dan Motifasi.
Guru merencanakan kegiatan pembelajaran memikirkan perilakunya terhadap siswa yang dapat menarik perhatian dan menimbulkan motifasi siswa untuk belajar dengan berbagai cara dan metode yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan belajr mengajar.  “Implikasi prinsip perhatian bagi guru terdampak pada perilaku-perilaku dengan menggunakan metode yang berfariasi, menggunakan media sesuai dengan tujuan, menggunakan bahasa yang tidak monoton, dan mengemukakan pertanyaan membimbing.”[58]  Guru mengajar menggunakan  berbagai metode untuk menarik perhatian peserta didik terhadap materi yang diajarkan oleh guru, pengunaan media disesuaikan dengan tujuan materi yang diajarkan, guru berbahasa dengan tidak menetap atau monoton sehingga membosankan siswa, dan sebagai pendidik memberikan pertanyaan-pertanyaan yang membangun dan mendorong siswa untuk belajar.
6.2.   Keaktifan.
Guru memberikan kesempatan belajar kepada siswa, memberikan peluang dilaksanakannya implikasi prinsip keaktifan bagi guru secara optimal.  Kesempatn yang diberikan oleh guru akan menutut siwa selalu aktif mencari memproleh dan mengelolah.  “Menimbulakn keaktifan belajar pada diri siswa maka guru melakukan perilaku-perilaku dengan menggunakan multimetode dan multimedia, memberiakn tugas secara indifidual, memberiakan tugas untuk membaca bahan ajar dan tanya jawab.”[59]  Guru menggunakan berbagai cara mengaktifkan kelas dengan tidak menggunakan satu metode, media yang terbatas, dan serta memberiakan tugas secara indifidual dengan tujaun semua kelas aktif dan terfokus pada tugas yang diberiakn oeh guru.
6.3.   Keterlibatan.
Guru menyadari bahwa keaktifan kelas membutuhkan keterlibatan langsung siswa dalamkegiatan pembelajaran.  Unutk melibatkan siswa secara fisik , mental, emosional, dan intelektual, dalam kegiatan pembelajaran.  “guru merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mempertimbangkan karakteristik siswa dan karakteristik isi pelajaran.”[60]  Guru merancang kegiatan pembelajaran yang lebih banyak pada indifidual, menggunakan media yang langsung digunakan oleh siswa, memberiakan tugas kepada siswa untuk mempraktekkan gerakan psikomotorik yang dicontohkan.
6.4.   Pengulangan
Guru mampu memilih antara kegiatan pembelajaran yang berisi pesan yang membutuhkan pengulangan dengan yang tidak membutuhkan pengulanagan.  “Sebagai pengajar mampu membedakan dimana pembelajaran yang harus diulang dan yang tidak perlu diulang.”[61]  Tugas guru merancang pelaksanaan pengulangan sehingga mempunyai waktu untuk berfikir dimana yang perlu diulang dan yang tidak diulang, guru merumuskan soa-soal latihan, mengembangkan alat evaluasi kegiatan pengulangan dan membuat kegiatan pengulangan yang berfariasi.
6.5.   Tantangan
Guru berusaha mencapai tujuan instruksional dalam kegiatan belajar mengajar dengan memberikan tantangan kepada peserta didik dalam kegitan pembelajran.  “Tantangan dalam kegiatan pembelajran dapat diwujudkan oleh guru melalui bentuk kegiatan bahan dan alat pembelajaran yang dipilih untuk kegiatan pembelajaran.”[62]  Guru memberikan tantangan dengan mengelolah kegiatan eksperimen yang memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan secara indifidu atau dalam kelompok, memberiakan tugas kepada siswa memecahkan masalah yang membutuhkan informasi dari luar sekolah sehingga siswa berusaha, memberikan tugas menyimpulkan isi pelajaran yang sudah selesai disajikan, mengembangkan bahan pembelajran yang memperhatikan kebutuhan siswa untuk mendapatkan tantangan di dalamnya.
6.6.      Mengajar Secara Ekspositori
Kegiatan belajar mengajar bersifat meneriman terjasi karena guru menggunakan pendekatan mengajar yang bersifat ekspositori, baik pada tahap perencanaan maupun pada pelaksanaan mengajar. 
“Dalam pendekatan ini guru berperan lebih aktif , lebih banyak melakukan aktifitas dibandingkan dengan siswa, guru telah mengelolah dan mempersiapkan bahan ajran secara tuntas dan menyampiakn kepada siswa.  Sebaliknya , para siswa berperan lebih pasif tanpa banyak melakukan kegiatan pengolahan bahan,karena menerima bahan ajaran yang disampaikan oleh guru.”[63]

Guru yang berperan utama untuk menyampaikan materi sesuai dengan persiapan dan pengolaan yang mantang, dan siswa tidak banyak melakukan aktifitas yang meganggu kosentrasi belajar dan terutama materi yang disampaikan oleh guru selama berlangsung kegiatan belajar mengajar.
6.6.1.      Metode Ceramah
Merencanakan pengajaran dengan metode ceramah hal yang perlu disiapkan dengan seksama oleh guru yang sesui dengan topik atau pokok pembahasan.   “Pengajar dapat menggunakan alat bantu seperti gambar-gambar. Tetapi metode utama, berhubungan antara pengajar dengan pembelajar ialah berbicara.”[64]  Peranan dalam metode ceramah adalah mendengarkan dengan teliti dan mencatat pokok-pokok penting yang dikemukakan oleh pengajar.

6.6.2.      Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi dapat digunakan sebagai metode mengajar tersendiri untuk megajarkan sesuatu bahkan ajaran yang memerlukan peragaan, atau sebagai metode pelengkap dari metode ceramah. “Pengunaan metode demonstrasi dapat diterapkan dengan syarat memiliki keahlian untuk mendemonstrasikan penggunaan alat atau melaksanakan kegiatan tertentu seperti kegiatan yang sesungguhnya.”[65]  Menyampaikan materi dengan mengguakan metode demonstrasi memilki suatu keahlian dalam menggunakan alat dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
6.7.    Mengajar dengan Mengaktifkan Siswa
Kegiatan mengajar yang bersifat ekspositori dalam pelaksanaan kegiatan mengajar yang mengaktifkan siswa berbeda, guru tidak banyak melakukan kegiatan aktifitas lebih banayak dilakukan oleh siswa, guru bukan dalam arti pasif, guru memberi araham tentang apa yang harus dilakukan oleh siswa dalam pelaksanaan pembelajaran tersbut.  “Guru memberi petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh siswa, mengarahkan, menguasai, dan mengadakan evaluasi.”[66]  Dalam kegiatan belajar mengajar guru lebih banyak mengaktifkan dengan tugas yang diberikan oleh guru sesuai dengan tujuan instruksional khusus yang ditetapkan oleh guru dalam renacana pelaksanaan pembelajaran. 

6.7.1.      Metode Tanya Jawab
Metode mengajar yang mengaktifkan siswa yang paling sederhana, tanya jawab.  “Metode tanya jawab dapat dilaksanakan secara klasikal maupun secara kelompok antara guru dengan siswa, guru ataupun buku-buku sumber, pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan oleh guru hendaknya tercantum rencana pengajaran.”[67]  Pelaksanaan metode tanya jawab dalam kegiatan belajar mengajar guru melakukan dengan kelompok, antara guru dengan siswa dan dari buku-buku yang menjadi bahan pembelajaran yang bisa membuat pertanyaan tentang materi yang diajarkan oleh guru.
6.7.2.      Metode Diskusi
Metode diskusi merupakan interaksi antara siswa dengan siswa atau antara guru dengan siswa untuk menganalisis, memecahkan, menggali, atau memperdebatkan permasalahan tertentu.  “Hal yang dibahas dalam sebuah diskusi berkenaan dalam suatu masalah, baik yang dirumuskan dalam pertanyaan mengapa atau bagaimana.”[68]  Metode diskusi dalam kegiatan belajar mengajar, tidak jauh beda dengan tanya jawab perbedaan utamanya terletak pada hal yang dibahas serta cara pembahasan.  Metode tanya jawab dialog terjadi antara dua orang, sedangkan dalam metode diskusi dialog terjadi antara semua atau beberapa peserta diskusi, dan permasalahan yang sedang dibahas dilemparkan kepada semua peserta dan beberapa peserta menanggapinya.
6.7.3.      Metode Mengajar Kelompok
Metode kelompok suatu cara mengajar yang melakukan aktifitas belajar siswa dalam bentuk kelompok.  “Banyak bentuk aktifitas belajar yang dapat dikerjakan dalam kelompok seperti diskusi, permainan, simulasi, latihan, pemecahan soal, dan penyelesaian tugas.”[69]  Metode kelompok banyak bentuk atau gaya belajar.  Diskusi; peserta didik membahas satu topik dalam satu kasus yang perlu diselesaikan oleh setiap kelompok.  Permainan; siswa belajar dengan gaya bermaian dengan tidak terlepas dari arahan atau bimbingan guru sehingga tidak  sisik.  Latihan; Setiap peserta didik melatih diri menyelesaikan soal-soal terutama mata pelajaran eksata, matematika, kimia, fisika, akuntansi, ekonomi, mata pelajaran ini siswa lebih banyak berlatih.  Pemecahan soal; setiap kelompok menyelesaikan soal dengan memberi tanggapan maasing-masing. 
6.7.4.      Metode Pemecahan Masalah
Metode pemecahan masalah merupakan metode belajar mengajar taraf tinggi, karena metode ini mencoba melihat dan memecahkan masalah yang cukup komplek dan menuntut mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tingi.  “Metode ini dapat dikerjakan secara indifidual, tetapi lebih tepat dilaksanakan secara kelompok, metode pemecahan masalah ini disesuikan dengan tingkat pemahaman peserta didik .”[70]

6.7.5.      Metode Pemberian Tugas
Kegiatan belajar tidak hanya dapat berlangsung di dalam kelas atau di sekolah, tetapi juga di luar sekolah.  Kegiatan belajar diluar sekolah pada umumnya berlangsung tanpa pengawasan atau bimbingan lansung dari guru.  “Agar para siswa belajar di luar kelas maka penggunaan pemberian tugas merupakan metode yang paling tepat, pemberian tugas dapat diberikan secara indifidual ataupun kelompok”.[71]  Mengaktifkan peserta didikpun tidak hanya didalam kelas, guru memberikan tugas secara indifidu atau kelompok sehinga siswa juga belajar dirumah dan tidak hanya disekolah.














BAB III
KUALIFIKASI GURU MENURUT 1TESALONIKA 2:7-12
Guru pendidikan agama Kristen memiliki peranan penting dilingkungan sosial dalam kehidupan sehari-hari,  pendidikan kristiani dalam sekolah harus memikirkan bagaimana berfungsi sebagai rekan kerja keluarga dan rekan kerja gereja serta rekan kerja bangsa dalam membentuk serta membekali anak didik.  Sekolah Kristen pada dasarnya merupakan wakil keluarga dan wakil gereja dalam memperlengkapi anak didik.  Guru dengan begitu harus bertumbuh dalam sikap kebapaan atau keibuan sebagaimana yang diteladankan oleh rasul Paulus dalam pembinaan jemaat di Tesalonika. Sebagai ibu, para guru memelihara dan merawat anak didiknya dan sebagai bapa, mereka menasehati dan menguatkan dengan bijak.
Melihat betapa pentingnya lingkungan sosial dalam kehidupan guru sebaagai pengajar, maka pendidikan kristiani dalam sekolah harus memikirkan bagaimana ia berfungsi sebagai rekan kerja keluarga dan rekan kerja gereja serta rekan kerja bangsa dalam membentuk serta membekali anak didik.  “Seorang guru Kristen diharuskan mengenal muridnya, tidak hanya kemampuan akademis, akan tetapi mengenal nama, perilaku, emosi, latar belakang sosial dan budaya, keluarga, ketrampilan lain yang dimiliki murid, ataupun masalah yang dihadapi oleh murid sebagai individu atau sekelompok murid”.[72]  Guru perlu memahami dan mengenal keperibadian peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar, guna untuk mengetahui membimbing, mengarahkan, dan menasehati sesuau dengan latar belakang anak atau ketrampilan yang ada dalam diri peserta didik.
A.    Latar Belakang Surat Tesalonika
Tesalonika merupakan ibukota Makedonia, sebuah provinsi Romawi. Ketika Paulus tiba disana dalam perjalanan penginjilan yang kedua, kota ini merupakan sebuah kota yang sedang berkembang pesat dalam perdagangan dan perlabuhan dengan jumlah penduduk mencapai dua ratus ribu jiwa.  Khotbah-khotbah Paulus membawa banyak orang menjadi beriman kepada Yesus Kristus, tetapi aniaya yang hebat dari orang-orang yang tidak percaya memaksanya untuk melarikan diri dari kota tersebut.
Paulus menuju Berea dimana paulus meninggalkan rekan sekerjanya Timotius dan Silas, untuk melanjutkan pelayanan.  Akan tetapi, orang-orang Yahudi dari Tesalonika yang memiliki perbedaan pendapat mengikutinya kesana lalu memulai kerusuhan.  Paulus pergi ke Atena lalu melanjutkan ke Korintus dimana ia menerima laporan terbaru dari Timotius tentang orang-orang Kristen di Tesalonika, Surat ini merupakan jawaban Paulus.
1.       Penulisan Surat Tesalonika
Surat Tesalonika adalah surat paulus yang pertama yang ditulis menjelang akhir tahun lima puluh satu.  Semua ilmuan biblika mengatakan bahwa surat ini merupakan dokumen kristen tertua yang masih ada, sedangkan injil-injil ditulis lebih satu dekade kemudian.  “Sarjana-sarjana modern yakin bahwa surat ini ditulis oleh paulus dari korintus, meskipun dari beberapa manuskripsi disebutkan bahwa paulus menuliskannya dari atena”.[73] 
B.     Analisa Konteks
Eksegese ini dipakai untuk menemukan makna yang sebenarnya dari pelayanan Paulus dalam 1Tesalonika 2:7-12.  Sebagai penginjil melakukan pelayanan dengan kasih yang disertai perbuatan, sebagaimana paulus melayani dengan memakai istilah seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya (1Tesalonika 2:7), dan seperti bapa terhadap anak-anaknya telah menasehati kamu dan menguatkan hatimu seorang demi seorang (1Tesalonika 2:11.b).  
Eksegese ini menggunakan analisa konteks  sebagai metode mengetahui apa yang dimaksud dengan penginjilan paulus melayani seperti seorang ibu mengasuh dan merawat anaknya dan seperti bapa terhadap anaknya menasehati dan menguatkan.  Analisa konteks terbagi menjadi dua bagian yaitu konteks jauh dan konteks dekat.
1.       Konteks Jauh
Paulus memberitakan injil bagaimana Kristus yang bangkit dan hidup itu telah mengubah hidupnya , dan ia menantang mereka dengan kenyataan bahwa Kristus dapat melakukan hal yang sama bagi orang yang tidak mengenal pribadi Kristus melalui kuasa roh kudus.  Orang-orang Tesalonika telah sepenuhnya menerima berita ini dan sebagai akibatnya sebuah jemaat yang kuat telah didirikan disitu, injil telah mendapat tanggapan dengan baik didunia kafir sekeliling mereka. 
Dengan demikian telah terbantah tuduhan terhadap Paulus di Galatia, berita tentang kemerdekaan di dalam Kristus akan mengakibatkan standar moral yang rendah.  Seluruh Makedonia dan Akhaya melihat perbedaan yang diakibatkan oleh iman Kristen dalam cara hidup orang-orang percaya.
 Paulus membawa injil di Tesalonika dengan cerdik dengan tidak menonjolkan diri sendiri, Paulus mengarahkan perhatian pada apa yang dilakukan Kristus dalam kehidupan orang-orang Tesalonika.  mengikuti keteledanan Tuhan dengan mengambil tempat sebagai hamba semua orang.  John Drane mengatakan bahwa, “Kami berlaku ramah diantara kamu sama seperti ibu mengusuh dan merawat anaknya, kami bukan saja rela membagi injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi”.[74]  Paulus bersama dengan teman sekerjanya, Silas dan Timotius  melayani dengan ramah memakai metode seperti seorang ibu mengasuh dan merawat anak dan seperti bapa menasehati dan menguatkan dalam situasi tertekan oleh gejola-gejola penganiayaan orang yahudi
2.      Konteks Dekat
Rasul Paulus melayani tanpa mengharapkan imbalan atau upah dari pelayanan yang dilkukan di Tesalonika, melainkan melakukannya dengan segenap hati seperti seorang ibu mengasuh dan merawat anaknya (1Tesalonika 2:7), dan seperti bapa kepada anaknya menasehati dan menguatkan (1Tesalonika 2:11.b).  Genea A, Getz mengatakan bahwa, “Paulus memang memakai istilah orang tua untuk menggambarkan pelaynan Silas, timotius, dan dirinya sendiri”.[75]  Paulus berasama dengan Silas dan Timotius melayani jemaat dengan cara sebagai mana orang tua mengasuh anak.
Rasul Paulus mengingatkan jemaat bahwa ia tidak pernah mau menerima bayaran dari mereka, sehingga dengan itu terang bahwa ia tidak mungkin dituduh sebagai orang tamak sebagaimana halnya beberap Filsuf petualangan.  Merrill C. Tenny mengatakan bahwa,  “Paulus tidak mementingkan diri sendiri dan pengabdianya yang lemah lembut kepada jemaat, dan bahwa dalam setiap hal ia menjadi  teladan atas apa yang dikhotbahkannya”.[76]  Paulus melayani tidak hanya sebagai mana orang tua terhadap anak, melainkan memberi dirinya bersama dengan rekan sekerjanya Silas dan Timotius teladan terhadapa setia apa yang mereka lakukan.
Penginjilan Paulus di Tesalonika merupakan hal yang penting, ia berkhotbah di rumah ibadah di Sinagoge orang yahudi selama tiga kali hari sabat.  Paulus berhasil menyampaikan tentnag pribadi Yesus Kristus, orang-orang yahudi marah dan menimbulkan banyak kesukaran bagi Paulus sendiri.  William Barclay mengatakan bahwa, “Paulus berada di Tesalonika hanya selama tiga pekan, ia memberi kesan yang begitu dalam pada suatu tempat hanya dalam kurun waktu tiga pekan sehingga iman Kristen dapat tertanam dalam dan tidak mungkn lagi dapat tercabut”.[77]  Penginjilan Paulus bersama dengan Silas dan Timotius di Tesalonika dalam waktu yang tidak lama, membawa transformasi spritulitas orang percaya yang kokoh terutama menghadapi ajaran-ajaran yang tidak sehat tentang kebenaran dan perbedaan pendepat di Tesalonika yang menimbulkan pertengkar bagi masyarakat. 
C.     Tafsiran
Tafsiran dalam 1Tesalonika 2:7-12 untuk menemukan prinsip-prinsip penting yang merupakan kualifikasi dalam pelayanan Paulus di Tesalonika.  Ada beberap prinsip yaitu:  Pertama; mengasuh.  Kedua; merawat.  Ketiga; menasehati.  Keempat; menguatkan.  Perinsip-perinsip ini merupakan salah satu kunci keberhasilan Paulus bersama dengan teman pelayannya Silas dan Timotius menyampaikan injil di Tesalonika.  Gene A, Getz mengatakan bahwa, “Paulus mengatakan bahwa kasih mereka sedemikian mendalam bagi jemaat, sehingga sebagai penginjil mereka bukan saja membagikan injil tapi juga hidup mereka”.[78]  Paulus bersama Silas dan Timotiu melayani jemaat dengan tulus dengan kerinduan, memberi hidup sepenuhnya untuk melayani.
Penulis menjelaskan beberapa prinsip yang dimilki oleh Paulus, dengan menafsir kata; mengasuh, merawat, menasehati dan menguatkan.
1.      Mengasuh  trofos 
Kata trofos  mempunyai arti dari kata dasar asuh yaitu mengasuh. Dalam kata mengasuh mempunyai beberapa arti; melatih, membesarkan, membimbing, memelihara, mendidik, mengajar, mengemong, mengempu, menjaga, menuntun.  “Pengasuh abdi; ayah, babu, dosen, guru, hamba, inang, jongos, pamong, pelatih, pembimbing, pemelihara, pemimpin, penanggung jawab, pendidik, pengajar, pengampu, pengelola, penjaga, penuntun, penyelenggara,
pengasuhan pembimbingan, pemeliharaan, dan pendidikan.”
1.1.     Melatih
Indifidu mencapai suatu keberhasilan dan memproleh sesuatu, perlu adanya usaha yang salah satunya yaitu latihan.  Paulus besama dengan Silas dan timotius teman sekerjanya, tidak cukup dengan memberi penguatan bagi jemaat yang ada di Tesalonika sehingga mengalangi pertumbuhan iman , tetapi Paulus melatih jemaat untuk hidup dalam iman yang Paulus menggunakanperumpamaan bagaimana seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya.  Paulus dan kerabat kerjanya menunjukan suatu sikap teladan, sikap rohani yang harus dimilki semua misionaris.  Sikap misionaris mempunyai sikap ibu yang lemah lembut dan memelihara dengan pengorbanan khusus untuk mengasuh, melindungi dan memenuhi keperluan rohani jemaat.
2.      Merawat  qalph
3.      Menasehati/ parakalountes / parakalountes
4.      Menguatkan/ mendorong / paramuqoumenoi / paramuqoumenoi


[1] Soetjipto, Profesi Keguruan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hlm. 43.
[2] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008),hlm. 9

[3] Ibid, hlm. 9.
[4] Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara,2009), hlm. 119.

[5] Sidjabat, Mengajar Secara Profesional, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1993), hlm. 230.
[6] Ibid, hlm. 81
[7] Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara,2009), hlm. 88

[8] Martinis Yamis, Profesionalisasi Dan Implementasi KTSP, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), hlm. 7-8.
[9] Ibid, hlm. 103.
[10] Hasan susanto, Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, (Malang: Departemen Literatur Saat, 2002

[11] John H. Hayes dan Carl r. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), hlm. 1.

[12] Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa indonesia, (Jakarta: BPK Balai Pustaka, 2002), hlm. 603
[13] Ibid, hlm. 377.

[14] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 36
[15]  Tim Penyusu, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:BPK Balai Pustaka, 2002), hlm. 17
[16] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), hlm. 446.

[17] Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: BPK Balai Pustaka, 2002), hlm. 427.

[18] Ibid, hlm. 17.
[20] H. Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru & Implementasi KTSP, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), hlm. 6

[21] Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: BPK Balai Pustaka, 2002), hlm. 603.
[22] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rodaskarya, 2008), hlm. 50.

[23]B.S. Sidjabat, Mengajar Secara Profesional, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1993), hlm. 204

[24] Ibid, hlm. 234
[25] S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), hlm. 33.

[26] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 10

[27] Ibid, hlm, 32
[28] Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 4.

[29] Ibid, hlm. 8
[30] B.S. Sidjabat, Mengajar Secara Profesional, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1993), hlm. 86.

[31] Ibid, hlm. 87

[32] Umar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), hlm. 159
[33] Hj. Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru, (Jakarta: Alfabeta, cv, 2009), hlm. 4.

[34] Ibid, hlm. 5.

[35] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 4.

[36] Hj. Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru, (Jakarta: Alfabeta, cv, 2009), hlm. 116.

[37] Slameto, Belajar Dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), hlm. 73.
[38] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Eukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hlm. 131

[39] Ibid, hlm. 132

[40] R. Ibrahim dan Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Ripneka Cipta, 2010), hlm. 100.
[41] Ibid, hlm. 103

[42] Abdul Majid, Perencanaan Pembelajran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 95
[43] R. Ibrahim dan Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Ripneka Cipta, 2010), hlm. 103

[44] Ibid, hlm. 104
[45] H. Martinis Yamin, Profesi Guru dan Implementasi KTSP, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), hlm. 103

[46] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 9

[47] Ibid, hlm. 9.

[48] Abdul Majid, Perencanaan Pembelajran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 123
[49] Marno, Strategi dan Metode mengajar, (Jogjakarta: AR-Ruzz Media, 2008), hlm. 171.

[50] Umar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), hlm. 156-159.
[51] Marno dan Idris, Stratregi dan Metode Pengajaran, (Jogyakarta: AR-Ruzz Media Grup, 2008), hlm. 171

[52] B.S. Sidjabat, Mengajar Secara Profesional, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1993), hlm. 279-280

[53] Ibid, hlm. 281.

[54] Ibid, hlm. 284.
[55] Hamid Darmadi, Kemampuan Dasar Mengajar, (Bandung: Afabeta, CV. 2009), hlm. 3.
[56] Marno dan Idris, Stratregi dan Metode Pengajaran, (Jogyakarta: AR-Ruzz Media Grup, 2008), hlm. 161
[57] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), hlm. 61.

[58] Ibid. Hlm. 62.
[59] Ibid, hlm. 62

[60] R. Ibrahim dan Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Ripneka Cipta, 2010), hlm. 44
[61] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), hlm. 64.

[62] Ibid, hlm. 64
[63] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 97

[64] H. Martinis Yamin, Profesi Guru dan Implementasi KTSP, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), hlm. 139
[65] R. Ibrahim dan Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Ripneka Cipta, 2010), hlm. 43.

[66] Ibid, hlm. 44
[67] H. Martinis Yamin, Profesi Guru dan Implementasi KTSP, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), hlm. 142

[68] Abdul Majid, Perencanaan Pembelajran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 135
[69] R. Ibrahim dan Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Ripneka Cipta, 2010), hlm. 47

[70] Ibid, hlm. 47

[71] Ibid, hlm. 48
[72] Rubin Adi Abraham, “Kualifikasi Guru Pendidikan Agama Kristen”.  Online htp//www. Diakses 04 Januari 2012
[73] Emes Best, The First and Second Epistles to the Thesalonians, (New York: Harper and Row, 1972), hlm. 7.
[74] John Drane, Memahami Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), hlm. 337.

[75] Genea A, Getz, Berdirilah Teguh Saat Anda Hendak Mundur, (Solo: PT. Dabara Bengawang, 1997), hlm. 110.
[76] Henry H. Halley, Penuntun Kedalam Perjanjian Baru, (Surabaya:Commentary On The Holy Bible, 1965), hlm. 246.

[77] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000),hlm. 270.
[78] Genea A, Getz, Berdirilah Teguh Saat Anda Hendak Mundur, (Solo: PT. Dabara Bengawang, 1997), hlm. 114